Jackson C. Frank mungkin tak lebih terkenal dari Bob Dylan, Nick Drake dan kaliber solois lain di muka bumi. Namun, jalan hidup yang terjal dan karya-karya nan rapuh mampu menasbihkan dirinya sebagai entitas penting musik folk.

Lahir pada 2 Maret 1943 di Amerika Serikat, Frank hanya merilis satu album—telah disebutkan di atas—yang ditangani oleh Produser Paul Simon pada 1965 silam. Selain itu, apa yang direngkuh Frank hanya kisah tragis dan tragis.

Jackson terus menuai pilu bahkan sejak duduk di bangku sekolah. Seiring waktu, dia harus berhadapan dengan masalah kejiwaan yang menghambat karier musiknya.

Meski hanya merilis satu paket album, keberadaan Jackson dianggap mampu mempengaruhi deretan nama besar termasuk Paul Simon, Sandy Denny, Bert Jansch hingga Nick Drake.

Tak sampai di situ. Jurnalis Rolling Stone, David Fricke menyebut Jackson sebagai salah satu penulis lagu terbaik yang terlupakan pada 1960-an.

Ya, sejarah merekam Frank sebagai perwujudan atas sesedih-sedihnya musik folk.

Dunia yang Kejam untuk Jackson C Frank

jackson c frank blues run the game

Jackson C. Frank adalah anak semata wayang dari Marilyn Rochefort Jones dan Jack Jones. Bapaknya bekerja sebagai seorang pilot uji.

Namun, rumah tangga tersebut tak berjalan lama. Marilyn menikah lagi dengan seorang perwira militer dan ahli kimia makanan bernama Elmer Frank.

Tumbuh besar bersama sang ayah tiri, Jackson lantas lebih memilih nama belakang Frank. Inilah Jackson C. Frank yang kita kenal sampai sekarang.

Lebih dari sekadar masalah keluarga, Jackson pernah melalui masa-masa berat lain. Dia merupakan satu dari penyintas kebakaran yang melahap gedung sekolahnya. Sementara Jackson selamat namun terluka parah, sebagian besar temannya tewas…

Termasuk cinta pertama dalam hidup dia, Marlene Du Pont.

Kelak, kisah tragis ini direkam pada salah satu lagu Jackson berjudul sama dengan nama sang kekasih. Begitu lirih, sampai membuat sesak hati para pendengarnya.

Kebakaran itu terjadi di ruang musik saat sedang melakukan kelas praktik—kelas 6 SD. Kondisi tersebut selalu diingat oleh Jackson lewat lirik berikut:

Her love was so clean, to tell the truth, Marlene

The sound of your tambourine still haunts me

Tak ada yang ingin dihantui penyesalan lewat suara tamborin dalam pikiran.

Sisi baiknya, tragedi tersebut justru mengantar Jackson C. Frank pada babak baru dalam kehidupan. Takdir menjodohkan dia dengan musik begitu erat.

***

Usai menjalani perawatan di rumah sakit, guru sekolah Jackson membawa gitar sebagai upaya melupakan peristiwa mengenaskan tadi dan menjaga semangat yang sempat pudar.

Beruntung, dia masih mau mengalihkan kesedihan itu dengan hal yang positif

Petualangan Jackson bersama gitarnya terus berlanjut. Dia begitu mengidolakan Elvis Presley, sehingga sang ibu bertekad mempertemukannya. Hal itu terwujud di Graceland saat Jackson berusia 13, tepatnya tahun 1957.

Langkah besar diambil Jackson saat memasuki umur 21 tahun. Singkat cerita, berbekal uang pencairan asuransi sebesar US$110,5 ribu, Jackson mencoba peruntungan untuk menjadi musisi folk dan terbang menuju Inggris.

Babak Baru Bernama Blues Run the Game

blues run the game

Jackson datang ke Inggris di tahun 1960-an awal—waktu yang tepat untuk berjaya di atas bendera musik folk. Dia tinggal bersama sang produser, Paul Simon untuk menggarap sebundel album yang kelak menjadi Blues Run the Game.

Orang-orang sekitar mengenalnya sebagai pria berpenampilan rapi, pendiam, enggan menonjolkan diri, tak terlalu sensitif, dan jauh dari tipikal rockstar yang banyak tingkah—berbeda dengan kalian semua, sobat skena.

Meski begitu, Jackson tahu celah dan paham bahwa kemampuannya bernilai tinggi. Dia juga sadar bahwa sifat tertutup itu bisa menyulitkan diri di masa depan

Materi-materi lagu yang digelintirkan Jackson dinilai bagus, melankolis, hangat, namun tidak rapuh. Dia berusaha menegaskan diri lewat album Blues Run the Game

Bahwa ombak kesedihan dapat dibelah jika kita mampu mempersiapkan diri sebagai nakhoda yang tangguh. Sesederhana itu mengarungi kehidupan.

Meski Frank diterima dengan baik di Inggris untuk sementara waktu, namun 1966 berkata lain. Kesehatan mentalnya semakin buruk alias menurun.

Pada saat yang sama, ia mengalami writer’s block atau kebuntuan dalam menulis karya.

Uang hasil pencairan asuransi milik Jackson mulai menipis. Ia mesti pulang dahulu ke kampung halaman untuk sementara waktu, lalu balik lagi ke Inggris dua tahun kemudian.

***

Kembalinya Jackson ke Inggris pada 1968, bukanlah sebuah pertanda baik karena depresi dari trauma masa kecil itu kian menggila. Al Stewart selaku kerabat dekat Jackson, bilang begini:

“Dia (Frank) jadi berantakan di hadapan kita. Gayanya yang disukai semua orang, perlahan memudar. Dia mulai melakukan hal-hal yang tak bisa diterima nalar.”

Bergeser ke cerita hidup yang lain, Jackson pernah menikahi Elaine Sedgwick, mantan model fesyen asal Inggris. Mereka memiliki dua anak dan tinggal di Woodstock.

Sang putri bernama Angeline lahir sehat, sementara yang laki-laki meninggal dunia karena fibrosis kistik. Singkat cerita, keduanya berpisah.

Kondisi kian runyam dan Jackson masuk pada periode depresi yang lebih besar. Kondisi tersebut membuatnya berkomitmen untuk masuk rumah sakit jiwa.

Pada awal 1970-an, Frankmeminta bantuan dari teman-temannya untuk mengurus segala perilisan fisik. Ironis, inisiasi tersebut tak berjalan secara efektif.

Pengujung Masa Seorang Jackson C Frank

jackson c frank death

Sekian lama berjuang dengan karier dan kesehatan mental, hal tersebut nyatanya tak bisa  dipertahankan seorang Jackson C. Frank. Dia hidup menggelandang tanpa tujuan.

Jackson sempat tinggal bersama orang tuanya di Elma, New York pada dekade 1980-an. Tak lama, dia pergi dengan tatapan kosong dengan satu tujuan:

Menemukan Paul Simon.

Hal itu dilakukan demi satu tujuan, yakni membangkitkan hasrat serta karier musik yang pernah ada. Bukannya bertemu, Jackson malah hidup seperti pengemis.

Dia tak punya tempat tinggal, tidur di trotoar dan makan makanan seadanya. Pada periode tersebut, intensitas Jackson bolak-balik rumah sakit jiwa makin tinggi.

Dokter mendiagnosa Jackson skizofrenia paranoid, meski hal itu dibantah oleh yang bersangkutan. Jackson cuma percaya bahwa dirinya dilanda depresi akibat trauma masa kecil.

Keadaan semakin parah saat mata kiri Jackson buta akibat tembakan mainan sekumpulan anak-anak di New York. Penampilannya jadi tak karuan dengan badan tambun dan pandangan buram.

Tak banyak yang mengetahui pengujung masa seorang Jackson C. Frank, sampai akhirnya kabar duka itu muncul.

Jackson meninggal akibat pneumonia dan penyakit jantung di Barrington, Massachusetts, tanggal 3 Maret 1999 pada usia 56 —satu hari setelah berulang tahun.

***

Pada akhir hayatnya, orang-orang hanya mengenal Jackson sebagai pria paruh baya tak berguna dengan koper tua usang serta kacamata rusak.

Bahkan saat mencoba menyanyikan lagu sendiri, tak satu pun percaya bahwa dia adalah Jackson karena suara serta permainan gitarnya yang jauh dari merdu.

Tapi jauh di balik itu, semua sepakat bahwa Jackson memiliki keindahan yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata bahkan seuntai nada.

Meski tidak pernah mencapai ketenaran selama hidupnya, Jackson dihormati dan didaulat sebagai salah satu solois folk berpengaruh sepanjang masa.

Hal itu dibuktikan dengan banyaknya musisi masa kini yang membawakan ulang serta mempopulerkan kembali sederet lagu milik Jackson.

Ya, sebuah definisi atas sesedih-sedihnya musik folk.

0 Shares:
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You May Also Like